WAKTU
Seorang
ayah tiba dirumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, putra
pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD membukakan pintu. Ia nampaknya sudah
menunggu cukup lama.
“Kok
belum tidur?” sapa sang Ayah sambil mencium anaknya.
Biasanya,
si anak memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan
berangkat ke kantor pagi hari.
Sambil
membuntuti sang Ayah menuju ruang keluarga, si anak menjawab, “Aku nunggu Ayah
pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”
“Lho
tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”
“Ah
enggak. Pengen tahu aja.”
“Oke.
Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp
400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, jadi gaji ayah
dalam satu bulan berapa hayo?”
Si anak
berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya
melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika sang Ayah beranjak menuju kamar
untuk berganti pakaian, anak pun berlari mengikutinya.
“Kalau
suatu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji
Rp 40.000,- dong.” Katanya.
“Wah
pintar kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah sang Ayah.
Tetapi
si anak tak beranjak.
Sambil
menyaksikan ayahnya berganti pakaian, si anak kembali bertanya, “Ayah, aku
boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”
“Sudah,
nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah
capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”
“Tapi
ayah ....” kesabaran sang ayah habis.
“Ayah
bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron.
Anak
kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, sang Ayah nampak menyesali
hardikannya. Ia pun menengok anaknya di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu
belum tidur. Anak itu didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang
uang Rp 15.000,- di tangannya.
Sambil
berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, sang Ayah berkata, “Maafkan
Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini?
Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun
Ayah kasih.”
“Ayah,
aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung
lagi dari uang jajan selama minggu ini.”
“iya,
iya, tapi buat apa?” tanya sang Ayah lembut.
Aku
menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit
saja. Ibu sering bilang kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau
beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang
satu jam ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit
tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makannya aku mau pinjam dari Ayah.” Kata si anak
polos.
Sang
Ayah terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar