Rabu, 31 Oktober 2012

WAKTU



WAKTU

                Seorang ayah tiba dirumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.
                “Kok belum tidur?” sapa sang Ayah sambil mencium anaknya.
                Biasanya, si anak memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
                Sambil membuntuti sang Ayah menuju ruang keluarga, si anak menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”
                “Lho tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”
                “Ah enggak. Pengen tahu aja.”
                “Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, jadi gaji ayah dalam satu bulan berapa hayo?”
                Si anak berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika sang Ayah beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, anak pun berlari mengikutinya.
                “Kalau suatu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong.” Katanya.
                “Wah pintar kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah sang Ayah.
                Tetapi si anak tak beranjak.
                Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, si anak kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”
                “Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”
                “Tapi ayah ....” kesabaran sang ayah habis.
                “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron.
                Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, sang Ayah nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok anaknya di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Anak itu didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.
               

                Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, sang Ayah berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun Ayah kasih.”
                “Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”
                “iya, iya, tapi buat apa?” tanya sang Ayah lembut.
                Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makannya aku mau pinjam dari Ayah.” Kata si anak polos.
                Sang Ayah terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar