HANYA SEDETIK
Beberapa hari yang lalu saya menerima
telepon dari salah seorang teman kuliah yang sudah lama sekali tidak pernah
terdengar kabarnya. Pembicaraan yang semula mengenai kegembiraan masa lalu dan
acara wisuda yang baru saja ia lalui, berubah menjadi pembicaraan yang sangat
menyentuh hati ketika ia bercerita mengenai ayahnya.
Kesehatan ayahnya yang memburuk
akhir-akhir ini membuatnya harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Karena
penyakit yang dideritanya, ayahnya susah tidur dan sering berceloteh sendiri.
Temanku yang sudah beberapa hari terakhir tidak pernah tidur karena menjaga
ayahnya, menjadi jengkel dan berkata dengan ketus pada ayahnya supaya ayahnya
diam dan tidur dengan tenang. Ayahnya menjawab bahwa ia juga sebenarnya ingin
beristirahat karena ia sudah lelah sekali. Jika temanku itu keberatan menemani
dirinya, biarlah ia sendiri menjalani perawatan di rumah sakit.
Setelah berkata demikian, ayahnya
menjadi tidak sadarkan diri dan harus menjalani perawatan di ICU. Teman saya
begitu menyesali kata-kata yang tidak selayaknya keluar dari mulut seorang anak
kepada ayahnya sendiri.
Temanku yang aku kenal sebagai orang
yang tegar, menangis tersedu-sedu di ujung pesawat telepon. Ia berkata bahwa
mulai saat itu, setiap hari ia berdoa agar ayahnya sadar kembali. Apapun yang
akan ayahnya katakan dan perbuat pada dirinya akan diterima dengan senang hati.
Ia hanya berharap pada Allah agar diberi kesempatan untuk memperbaiki
kesalahannya yang lalu, yang mungkin akan disesali seumur hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar