Selasa, 30 Oktober 2012

HANYA SEDETIK



HANYA SEDETIK


                Beberapa hari yang lalu saya menerima telepon dari salah seorang teman kuliah yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar kabarnya. Pembicaraan yang semula mengenai kegembiraan masa lalu dan acara wisuda yang baru saja ia lalui, berubah menjadi pembicaraan yang sangat menyentuh hati ketika ia bercerita mengenai ayahnya.
            Kesehatan ayahnya yang memburuk akhir-akhir ini membuatnya harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Karena penyakit yang dideritanya, ayahnya susah tidur dan sering berceloteh sendiri. Temanku yang sudah beberapa hari terakhir tidak pernah tidur karena menjaga ayahnya, menjadi jengkel dan berkata dengan ketus pada ayahnya supaya ayahnya diam dan tidur dengan tenang. Ayahnya menjawab bahwa ia juga sebenarnya ingin beristirahat karena ia sudah lelah sekali. Jika temanku itu keberatan menemani dirinya, biarlah ia sendiri menjalani perawatan di rumah sakit.
            Setelah berkata demikian, ayahnya menjadi tidak sadarkan diri dan harus menjalani perawatan di ICU. Teman saya begitu menyesali kata-kata yang tidak selayaknya keluar dari mulut seorang anak kepada ayahnya sendiri.
            Temanku yang aku kenal sebagai orang yang tegar, menangis tersedu-sedu di ujung pesawat telepon. Ia berkata bahwa mulai saat itu, setiap hari ia berdoa agar ayahnya sadar kembali. Apapun yang akan ayahnya katakan dan perbuat pada dirinya akan diterima dengan senang hati. Ia hanya berharap pada Allah agar diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya yang lalu, yang mungkin akan disesali seumur hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar