ANAK CACAT
Teriakan gembira dari seorang ibu
yang menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang.
Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan
perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir,
orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut.
Sehingga ia menduga anaknya gugur di medan perang. Bisa Anda bayangkan, betapa
bahagianya perasaan ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum, anaknya akan
pulang besok.
Esok harinya telah disiapkan
segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya. Bahkan pada
malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk menyambutnya. Seluruh anggota
keluarga dan rekan-rekan bisnis suami juga turut diundang. Maklumlah suaminya
adalah Direktur Bank Besar yang terkenal di seluruh ibukota.
Siang harinya si ibu menerima
telepon dari anaknya yang sudah berada di bandara.
Si Anak,
“Bu, bolehkah saya membawa kawan baik saya?”
Ibu, “Oh
sudah tentu, rumah kita cukup besar dan kamar pun cukup banyak. Bawa saja,
jangan segan-segan bawalah!”
Si Anak,
“Tetapi kawan saya adalah seorang cacat, karena korban perang di Vietnam?”
Ibu,
“...Oooh tidak jadi masalah. Bolehkan aku tau bagian mana yang cacat?” nada
suaranya sudah agak menurun.
Si Anak, “Ia
kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya!”
Si ibu dengan nada agak terpaksa,
karena si ibu tidak ingin mengecewakan anaknya, “Asal hanya untuk beberapa hari
saja, saya kira tidak jadi masalah?”
Si Anak, “...tetapi masih ada satu
hal lagi yang harus saya ceritakan sama ibu. Kawan saya itu wajahnya juga turut
rusak begitu juga kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar. Maklumlah,
pada saat ia mau menolong kawannya, ia menginjak ranjau. Sehingga bukan tangan
dan kakinya saja yang hancur melainkan seluruh wajah dan tubuhnya turut
terbakar!”
Si ibu dengan nada kecewa dan kesal,
“Nak, lain kali saja kawanmu itu diundang ke rumah kita. Untuk sementara suruh
saja ia tinggal di hotel. Kalau perlu biar saya yang bayar nanti biaya
penginapannya!”
Si Anak, “...tetapi dia adalah kawan
baik saya Bu, saya tidak ingin pisah dari dia!”
Si ibu, “cobalah renungkan olehmu,
Nak. Ayah kamu adalah seorang konglomerat yang ternama dan kita sering
kedatangan tamu para pejabat tinggi maupun orang-orang penting yang berkunjung
ke rumah kita. Apalagi nanti malam kita akan mengadakan perjamuan malam bahkan
akan dihadiri oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti
melihat tubuh yang cacat dan wajah yang rusak? Bagaimana pandangan umum dan
bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak akan menurunkan
martabat kita? Jangan-jangan nanti bisa merusak citra bisnis usaha Ayahmu.”
Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari
anaknya telepon diputuskan dan ditutup.
Orang tua dari kedua anak tersebut
maupun para tamu menunggu hingga jauh malam, ternyata anak tersebut tidak
pulang. Ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung. Sebab temannya tidak
boleh datang berkunjung ke rumah mereka.
Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat
telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang kesana. Karena harus
mengidentifikasikan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda
bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan
wajahnya pun telah rusak karena terbakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu
adalah tubuh dari teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tersebut adalah
anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status, akhirnya mereka kehilangan
putera tunggalnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar