Selasa, 30 Oktober 2012

ANAK CACAT



ANAK CACAT

                Teriakan gembira dari seorang ibu yang menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut. Sehingga ia menduga anaknya gugur di medan perang. Bisa Anda bayangkan, betapa bahagianya perasaan ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum, anaknya akan pulang besok.
            Esok harinya telah disiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya. Bahkan pada malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk menyambutnya. Seluruh anggota keluarga dan rekan-rekan bisnis suami juga turut diundang. Maklumlah suaminya adalah Direktur Bank Besar yang terkenal di seluruh ibukota.
            Siang harinya si ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada di bandara.
Si Anak, “Bu, bolehkah saya membawa kawan baik saya?”
Ibu, “Oh sudah tentu, rumah kita cukup besar dan kamar pun cukup banyak. Bawa saja, jangan segan-segan bawalah!”
Si Anak, “Tetapi kawan saya adalah seorang cacat, karena korban perang di Vietnam?”
Ibu, “...Oooh tidak jadi masalah. Bolehkan aku tau bagian mana yang cacat?” nada suaranya sudah agak menurun.
Si Anak, “Ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya!”
            Si ibu dengan nada agak terpaksa, karena si ibu tidak ingin mengecewakan anaknya, “Asal hanya untuk beberapa hari saja, saya kira tidak jadi masalah?”
            Si Anak, “...tetapi masih ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan sama ibu. Kawan saya itu wajahnya juga turut rusak begitu juga kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar. Maklumlah, pada saat ia mau menolong kawannya, ia menginjak ranjau. Sehingga bukan tangan dan kakinya saja yang hancur melainkan seluruh wajah dan tubuhnya turut terbakar!”
            Si ibu dengan nada kecewa dan kesal, “Nak, lain kali saja kawanmu itu diundang ke rumah kita. Untuk sementara suruh saja ia tinggal di hotel. Kalau perlu biar saya yang bayar nanti biaya penginapannya!”
            Si Anak, “...tetapi dia adalah kawan baik saya Bu, saya tidak ingin pisah dari dia!”
            Si ibu, “cobalah renungkan olehmu, Nak. Ayah kamu adalah seorang konglomerat yang ternama dan kita sering kedatangan tamu para pejabat tinggi maupun orang-orang penting yang berkunjung ke rumah kita. Apalagi nanti malam kita akan mengadakan perjamuan malam bahkan akan dihadiri oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti melihat tubuh yang cacat dan wajah yang rusak? Bagaimana pandangan umum dan bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak akan menurunkan martabat kita? Jangan-jangan nanti bisa merusak citra bisnis usaha Ayahmu.”
            Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari anaknya telepon diputuskan dan ditutup.
            Orang tua dari kedua anak tersebut maupun para tamu menunggu hingga jauh malam, ternyata anak tersebut tidak pulang. Ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung. Sebab temannya tidak boleh datang berkunjung ke rumah mereka.
            Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang kesana. Karena harus mengidentifikasikan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan wajahnya pun telah rusak karena terbakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu adalah tubuh dari teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tersebut adalah anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status, akhirnya mereka kehilangan putera tunggalnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar